Jelang Pilkada 2024, Mahasiswa Kalsel Sepakat Tolak Praktik Politik Uang


Foto:

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Praktik politik uang atau money politic menjadi atensi mahasiswa Kalimantan Selatan pada gelaran Pilkada Serentak 2024.

Presiden Mahasiswa Universitas Borneo Lestari, Muhammad Edo Barunas mengatakan, mahasiswa harus berani tegas menolak tawaran iming-iming politik uang.

Sebab menurutnya, mahasiswa bukan hanya sebagai agen perubahan, tapi juga kontrol sosial.

“Mahasiswa harus berani menolak politik uang. Bahkan bisa membantu tugas Bawaslu dan DKPP sebagai pengawas pemilu,” katanya, saat acara Bawaslu Kalsel Goes to Campus Series 5 di Gedung Dakwah Unukase, Rabu (18/9/2024).


Senada, Wakil Presiden Mahasiswa Unukase Muhammad Rizki Setiawan menyebut bahwa mahasiswa wajib menentang praktik politik uang.

Sebab, praktik tersebut dinilai akan mengotori marwah pesta demokrasi. “Jika Pilkada dinodai hal-hal curang, maka tak akan mendapatkan pemimpin yang baik,” ujarnya.

Presiden Mahasiswa Universitas Achmad Yani Banjarmasin, Farida Rianti menyatakan, pemimpin yang berkualitas lahir dari proses yang bersih.

Oleh karena itu, menurutnya, mahasiswa harus mendorong agar pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 di Kalsel berjalan sesuai koridor.

“Kalau kita tidak bisa merubah orang lain, setidaknya kita tidak ikut terlibat,” ujarnya.

Ketua Bawaslu Kalsel, Aries Mardiono menegaskan sanksi praktik politik uang dalam Pilkada, sudah diatur dalam undang-undang.

Dalam Pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016

(1), menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Sanksi pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).