Foto:
Jakarta – Rampai Nusantara menilai maraknya Garuda biru yang merupakan simbol perlawanan terhadap keputusan Baleg DPR RI bukan merupakan perlawanan rakyat yang sesungguhnya.
“Kondisi ini sebenarnya tidak akan terjadi jika Mahkamah Konstitusi (MK) tidak ikut pusaran kepentingan politik yang keputusannya dapat dijadikan alat kepentingan kelompok tertentu maka Garuda Biru tidak akan pernah ada,” tegas Ketua Umum Rampai Nusantara Mardiansyah, hari ini.
Menurutnya, MK memutuskan diluar dari apa yang di ajukan oleh Partai Buruh dan Gelora yakni diperuntukan hanya Partai yang tidak mendapatkan kursi tapi oleh MK justru dibebaskan.
“Tentu ini akan menjadi rancu dari sistem Pemilu itu sendiri dan sangat jelas kalau MK berpolitik dalam hal ini dan ketika langsung direspon oleh DPR RI melalui Balegnya lalu meluruskan apa yang menjadi tuntutan Partai Buruh dan Gelora dengan menambahkan frase ketentuan itu berlaku bagi Partai yang tidak memiliki kursi parlemen,” bebernya.
Dia menilai apa yang dilakukan DPR RI sudah tepat dan benar meluruskan manuver politik yang dilakukan MK yang seharusnya lembaga konstitusi tidak boleh berpolitik sedangkan DPR RI justru lembaga politik yang sewajarnya melakukan upaya politik dalam hal kepentingan nya menjaga agar tatanan nilai yang sudah dibangun coba dibenturkan oleh MK.
“Setelah itu Partai besar yang terganggu dengan keputusan Baleg DPR RI ini lalu coba untuk menularkan sakit hatinya kepada seluruh komponen masyarakat dengan simbol Garuda Biru tersebut dan narasinya mengawal putusan MK yang di dengungkan sebagai bagian dari aspirasi rakyat,” jelasnya.
Kata dia, hal ini lalu disambut oleh seluruh kelompok barisan sakit hati yang menunggu momentum untuk melakukan perlawanan secara bersama terhadap Presiden Jokowi dan juga Prabowo bersama barisan koalisinya.
Masih kata pria yang akrab disapa Semar ini, sesuatu memalukan dan sangat merugikan masyarakat namun demikian ia menyakini sekali bahwa rakyat sudah pandai menilai serta memilah bahwa ini merupakan kepentingan politik kelompok-kelompok tertentu saja.
“Ini dikuatkan ketika putusan MK keluar PDIP dengan riang gembira juga tegas menyampaikan akan memajukan calon Gubernur Jakarta dari kalangan kader sendiri seperti Ahok, Saiful Djarot, Masinton dan Erico tapi setelah ada keputusan Baleg yang menutup peluang PDIP bisa mendaftarkan Calon Gubernur langsung disampaikan kalau PDIP akan mencalonkan Anies yang sehari sebelumnya nama Anies selalu ditepis oleh para petinggi PDIP,” paparnya.
“Artinya ini dimaksudkan untuk juga membangun sentimen perlawanan dari kelompok Anies sehingga diharapkan kekuatan untuk melawan akan semakin besar karena kelompok kiri dan kanan dapat bersatu dalam derap langkah perlawanan,” kata Semar lagi.
Dia memastikan banyak masyarakat tidak akan terpancing dengan pengkondisian ini karena sesungguhnya masyarakat Indonesia cinta damai dan tidak mau hanya dijadikan alat kepentingan politik kelompok manapun.
Dirinya berharap, semua dapat menghargai kewenangan masing-masing lembaga jangan juga karena tidak sesuai kepentingan lalu dianggap keputusan lembaga tersebut tidak benar lalu dilakukan perlawanan jalanan.
“Sebagai aktivis 98 saya merasa jika kita berada di jalan untuk melakukan aksi demonstrasi ya itu karena nilai-nilai yang kita perjuangkan terutama demi kepentingan rakyat diatas segalanya. Agak aneh juga khan ketika MK berpolitik lalu dibela habis-habisan sedangkan DPR RI yang memang lembaga politik berpolitik justru dihujat dan dilawan mati-matian, Gak masuk akal dan ini merusak logika kita,” ucapnya.
“Putusan MK keluar, dengan senyum nama Anies hilang dan putusan Baleg keluar, dengan marah nama Anies muncul. MK berpolitik dibela mati-matian, DPR RI lembaga politik yang berpolitik justru dihajar habis-habisan. ini lah yang disebut kepentingan,” pungkasnya.